
KISAH ini mungkin menjadi cambuk. Bukan cambuk dalam arti untuk menyakiti, melainkan penyemangat. Khususnya bagi ibu rumah tangga yang memiliki banyak waktu luang di rumah dan tidak termanfaatkan secara maksimal.
Adalah Wahyuni, seorang ibu tiga anak yang tak mau hanya berpangku tangan mengandalkan nafkah suami untuk menghidupi keluarganya. Apalagi, dia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) setelah menikah pada 2003.
Ide berdagang muncul saat anak-anaknya mendapatkan mainan pemberian temannya asal Jepang. Yakni, puzzle yang terbuat dari kayu. Mainan itu mampu memesona anak-anaknya dan anak-anak tetangga sehingga membuat rumahnya jarang sepi. ''Saya melihat peluang di situ dan tergerak untuk memanfaatkan bakat dagang saya,'' kata wanita asal Pariaman, Padang, itu saat ditemui di kediamannya di Bogor kemarin (9/2).
Kemudian, wanita kelahiran 25 Juni 1978 tersebut merintis bisnis dengan menggelar lapak pada 2006 di pasar kaget atau bazar Maulid Nabi di dekat rumahnya di salah satu kompleks perumahan Bubulak, Bogor. ''Pengin-nya sih dagang di toko. Tapi, modal untuk membangun toko belum ada. Jika harus menunggu punya uang untuk menyewa toko, kelamaan,'' kenang pengagum pengusaha Ciputra itu.
Lulusan Fakultas Teknik Sekolah Tinggi Teknologi Dirgantara itu tak mau berpikir panjang. ''Saat itu saya dagang mainan anak-anak yang juga ada mainan edukatif,'' terang anak kelima di antara lima bersaudara itu.
Ternyata laba dari hasil berdagang mainan anak di bazar sangat menggiurkan. ''Selesai acara Maulid Nabi, saya sibuk memutar otak berburu tempat untuk berdagang lagi. Pilihan jatuh pada lokasi air mancur perumahan Taman Yasmin,'' jelas penggemar mi jawa itu.
Hampir semua penduduk Bogor, terutama di sekitar Bubulak, tahu bahwa setiap akhir pekan ada pasar kaget di lokasi air mancur Taman Yasmin. Sebab, pada akhir pekan, banyak orang berjalan-jalan, berlari pagi, atau sekadar mencari jajanan di sekitar air mancur tersebut.
Banyak pedagang menggelar lapak untuk berjualan makanan, baju, sepatu, mainan, dan yang lain. ''Awalnya saya tak mendapatkan lapak dan hanya menggelar dagangan di tempat seadanya. Setelah beberapa kali berdagang dan terus survei, saya menemukan lapak kosong yang harus segera ditempati sebelum subuh,'' tutur istri M. Yoyok Ikhsan itu.
Selain itu, pada hari biasa, penghobi traveling itu keliling menjajakan dagangannya ke sekolah-sekolah TK, PAUD, dan play group di Bogor. ''Itu semua supaya warga Bogor lebih paham ada yang berdagang mainan edukatif di Taman Yasmin,'' ujar penyuka warna merah muda itu.
Dengan modal hasil menabung selama bedagang mainan, akhirnya dia mampu membuka gerai pertama berukuran 1 x 2 meter di Mall Jogja, Bogor, pada tahun yang sama dengan sewa Rp 2,5 juta per tahun. Selain itu, Wahyuni berjualan melalui media online. Selama berdagang mainan, pikirannya terus terusik. Hal itu disebabkan mainan yang dia jajakan tak bisa seawet mainan pemberian temannya asal Jepang.
Banyak barang dibuat dari plastik dan kulitasnya jelek sehingga beberapa pembeli komplain. ''Sulit mendapatkan mainan yang bagus. Yang banyak adalah barang impor dari Tiongkok yang kualitasnya mirip barang reject. Harga yang bagus mahal, tak terjangkau masyarakat, dan stoknya sering kosong,'' keluhnya.
Dari semua itu, muncullah ide membuat mainan sendiri. Penjual centong, sendok, dan peralatan rumah tangga dari kayu yang juga memasarkan dagangannya di Taman Yasmin, Pak Rofi, diminta agar menjadi pembuat mainan pertama. ''Dia kemudian mengajak Mang Engkos Kosasih yang sebelumnya adalah pekerja di mebel. Semula pekerjaan ini dilakukan di garasi rumah,'' jelasnya.
Dengan modal awal sekitar Rp10 juta, dia membeli tiga mesin penunjang. Yakni, compressor, scroll saw, dan mesin belah. Usaha yang kemudian diberi nama Omocha Toys pun berkembang karena permintaan bertambah.
Kini Omocha Toys memiliki pabrik yang dilengkapi 23 unit mesin dengan 20 karyawan mantan ''pak oga'' dan penganggur di kampung sekitar serta 100 distributor lebih di seluruh Indonesia. ''Alhamdulillah, kami juga telah mampu melayani permintaan dari Polandia dan Kanada. Per bulan kami memproduksi sekitar 6 ribu mainan dan selalu habis dengan omzet di atas Rp 100 juta,'' ungkapnya bangga.
Jenis mainan produksinya meliputi home, puzzle, wiregame, palu, balok-balok (block), mengenal bentuk buah potong, maze (belajar menulis), stacking (menyusun), dan mainan lainnya.
Mereka juga menjadi penyuplai mainan anak-anak untuk program-program The United Nations Children's Fund (UNICEF), salah satu badan di PBB yang mengurusi masalah anak-anak. Tak mudah mendapatkan kepercayaan dari institusi internasional tersebut. Mainan Omocha harus melalui serangkaian uji keamanan. Bahan baku tak boleh mengandung toxic atau racun, kualitas harus standar internasional, dan harga juga harus murah.
Omocha mempergunakan bahan baku kayu jati Belanda bekas peti kemas untuk ekspor dan kayu pinus sisa dengan kualitas tertentu yang antiracun. ''Bersyukur, dengan kualitas prima, kami kembali dipercaya dinas pendidikan di beberapa daerah untuk menyuplai kebutuhan mereka. Bulan depan kami akan menambah karyawan karena mulai kewalahan menangani permintaan pembeli,'' ucapnya. (*/kim)
0 comments:
Post a Comment