
Pengalaman buruk dengan ponsel yang mati di momen-momen penting membuat Jonathan Smith mengenalkan portable solar power. Kini, mantan pemimpin situs daur ulang Earth911.com itu nyaris tidak pernah meninggalkan rumah tanpa peranti ramah lingkungan tersebut.
---
"SAYA tinggal meletakkannya di dekat jendela pesawat, mencolokkannya pada ponsel, dan saat mendarat, saya siap menggunakan ponsel saya lagi," terang Smith tentang portable solar power miliknya, seperti dilansir The New York Times kemarin (9/2). Kini, dia tidak perlu mencari colokan listrik tiap kali menunggu penerbangan di bandara. Dia juga tidak perlu terlalu sering bepergian dengan pesawat demi menyambung pembicaraan atau kesepakatan yang terputus gara-gara ponselnya mati.
Smith mengatakan sudah meninggalkan masa-masa frustrasinya. Yakni, momen saat dia tergesa-gesa ke bandara atau fasilitas lain yang dia yakini memiliki colokan listrik. Sebab, aktivis lingkungan hidup itu sudah bisa mengisi ulang baterai ponselnya. "Terbatasnya metode untuk mengisi ulang baterai (ponsel) membuat saya tersiksa saat itu. Apalagi, colokan listrik tidak selalu bisa ditemukan di bandara," kenangnya.
Meski demikian, Smith pernah mengalami kesulitan di masa awal mengenal portable solar power. "Saat kali pertama memanfaatkannya, saya merasa tidak nyaman," kata pria yang kini menjabat sebagai chief executive Blue Legacy International tersebut. Pasalnya, ukuran peranti penghasil tenaga listrik itu cukup besar. Bentuknya pun tidak sesederhana charger listrik yang hanya berupa kabel dan semacam steker.
Tapi, belakangan semakin banyak pebisnis Amerika Serikat (AS) yang mengikuti jejak Smith. Demi kelancaran bisnis, mereka mengabaikan kenyamanan dan kepraktisan. Bukan hanya portable solar power, tapi juga generator listrik yang cukup digerakkan dengan tangan, seperti dinamo dan freeplay. "Peranti-peranti berteknologi tinggi ini memungkinkan kami bekerja terus-menerus," kata John Poulsen, pakar ekologi tropis yang kini sedang menyelidiki pembalakan hutan liar di Afrika Tengah.
Sebagai peneliti, Poulsen menghabiskan sebagian besar waktunya di hutan belantara yang jaraknya 40 kilometer dari akses jalan terdekat. "Dalam sekali penelitian, kami harus tinggal di hutan selama dua sampai tiga pekan. Mustahil bagi kami kembali ke markas kami di desa terdekat hanya untuk mengisi ulang baterai ponsel," terangnya. Peranti alternatif penghasil energi seperti yang dia gunakan saat ini membuat penelitiannya lebih lancar.
Peranti alternatif itu tenar pada pertengahan 1990-an setelah Lisa Dabek menggunakan panel tenaga matahari saat meneliti kanguru pohon di hutan Papua Nugini (PNG). "Awalnya, banyak panel tenaga surya kami yang tidak berfungsi maksimal. Tapi, sekarang peranti penghasil energi itu sudah dikemas dalam bentuk yang lebih praktis dan ukuran yang lebih kecil," papar pakar konservasi kanguru Woodland Park Zoo di Seattle tersebut.
Kini, peranti yang digunakan Dabek untuk menopang penelitiannya tanpa berisik dan menakuti kanguru itu banyak digunakan pebisnis untuk menyalakan laptop dan ponsel. Karena daya yang dihasilkan tidak terlalu besar, portable solar power tidak mampu menyalakan komputer atau printer.
"Mereka yang menggunakan peranti ini harus memahami bahwa portable solar power tidak selalu menghasilkan daya yang stabil. Sebab, sang surya pun terbit dan tenggelam," terang Stuart Cody, pemilik Automated Media Systems di Allston, Massachusstes, produsen peranti canggih itu. (hep/ami)
0 comments:
Post a Comment