
INDONESIA ''YANG penting para pembantu presiden bisa cermat membuat surat yang penting.''
Yang memberikan komentar itu bukan para tokoh oposisi yang selalu kritis terhadap pemerintah. Statemen itu meluncur dari mulut Anas Urbaningrum, ketua Fraksi Partai Demokrat DPR. Anas, politikus muda itu, masygul juga melihat kinerja pejabat di Istana. Gara-gara kecerobohan para pembantu presiden itu, surat Pencabutan Perppu No 4/2008/JPSK (Jaring Pengaman Sistem Keuangan) ditolak DPR. Surat itu dikembalikan ke Istana.
Di tingkat RT pun masalah seperti ini sudah kesalahan besar. Apalagi, ini terjadi di Istana Kepresidenan yang tentu membuat kita semua sangat prihatin. Yang menjadi rujukan surat tersebut adalah Rapat Paripuna DPR pada 30 September 2009. Para wakil rakyat tentu terperangah karena paripurna kala itu tak pernah membahas masalah JPSK. Yang benar: masalah JPSK dibahas pada Paripurna 18 Desember 2009. Keteledoran yang menggelikan. Bagimana bisa surat dari Istana menyebut kejadian yang tak akurat.
Ini bukan kali pertama Istana berbuat ceroboh. Masih ingat, Anggito Abimanyu batal dilantik menjadi wakil menteri keuangan. Kepala Badan Analisis Kebijakan Fiskal itu tak jadi mendapat promosi. Dia dianggap tak memenuhi syarat secara adminstrasi untuk mengisi pos tersebut.
Yang lucu, kok kesalahan administrasi itu baru diketahui menjelang pelantikan. Sehari menjelang dilantik pun Anggito masih diumumkan sebagai calon wakil menteri keuangan. Dia juga sudah melewati semua fase. Bahkan, dia sudah sering mewakili Menteri Keuangan Sri Mulyani. Kesalahan administrasi itu baru diketahui beberapa jam menjelang pelantikan.
Sebelum kasus Anggito, Istana juga melakukan keteledoran yang sulit masuk nalar. Masih ingat saat SBY menggelar rapat Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) kali pertama. Kepala BKPM (Badan koordinasi Penanaman Modal) Gita Wirjawan sudah hadir di arena rapat. Dia datang karena diundang oleh istana. Tak mungkin Gita bisa tembus ke ruang supersteril itu kemudian bercanda dengan para menteri bila tak mendapat undangan.
Ehhh... menjelang Presiden SBY memasuki ruang, Gita digamit oleh staf kepresidenan. Dia diajak keluar dari ruang rapat itu. Papan nama di meja yang sudah disiapkan untuk Gita di antara deretan menteri pun langsung dicopot. Alangkah malunya seorang Gita.
Ini juga persoalan kacaunya administrasi Istana. Gita dikeluarkan dari rapat kabinet karena belum dilantik oleh presiden. Namanya memang sudah diumumkan sebagai kepala BKPM, tapi belum diambil sumpah jabatan.
Gita di sini sebagai korban. Tak bisa kita katakan pengganti Muhammad Lutfi itu melakukan kesalahan. Yang sembrono adalah sekretariat kabinet yang memberinya undangan. Tahu Gita belum dilantik, kok tetap diundang.
Kecorobohan administrasi Istana ini sudah berkali-kali. Jangan anggap masalah ini sepele. Dampaknya menyangkut pelayanan publik. Katakan tertundanya pelantikan wakil menteri, tentu ini akan memengaruhi kinerja Departemen Keuangan. Atau paling tidak suasana 'tertampar' seperti yang dialami Gita Wirjawan.
Yang jelas, ini bukan persoalan sepele. Mengapa administrasi sebuah lembaga sekelas istana kebobolan berkali-kali. Kita tak dapat membayangkan kalau kesalahan ini menyangkut nasib orang banyak. Umpamanya kesalahan administrasi masalah keppres yang menyangkut kepentingan publik. Tentu akan merugikan orang banyak. Ketidakprofesionalan dalam tiga kasus itu seharusnya tak boleh terulang. Kasus ini tak hanya memalukan, tapi menggelikan.(*)
***Cak CR: Biasa Cuma salah ketik kok*****
0 comments:
Post a Comment